Penyakit Baru Pada Manusia 75 Persen Berasal dari Hewan
Jakarta (ANTARA News) - Lebih dari 30 penyakit baru yang muncul dalam tiga dekade terakhir, 75 persennya merupakan penyakit infeksi pada hewan yang bisa menular ke manusia (zoonosis).
Dr. G.N. Gongal, pakar Kesehatan Masyarakat dan Veteriner Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO), mengungkapkan fakta tersebut dalam "WHO Regional Meeting on Zoonotic Diseases" di Jakarta, Selasa.
Ia menjelaskan penyakit zoonotik seperti rabies, leptospirosis, pes, flu burung dan anthrax tidak hanya mengakibatkan kematian manusia tapi juga berdampak besar terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat.
Gongal mencontohkan, rabies, yang merupakan penyebab utama kematian akibat zoonosis, menyebabkan 40 ribu hingga 60 ribu kematian di dunia setiap tahun dan 60 persennya berasal dari kawasan Asia Tenggara.
"Ini membuat kita kehilangan produktifitas dan harus mengeluarkan banyak dana untuk mengatasi dampak paparan penyakit," katanya, pada pertemuan yang juga dihadiri perwakilan Badan Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) dan Badan Kesehatan Hewan Dunia (OIE) itu.
Selain itu, dicontohkan pula bahwa kejadian luar biasa SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome-red) tahun 2003 membuat China dan Kanada harus mengeluarkan dana 50 miliar dolar AS untuk membiayai terapi medis, pengendalian penyakit dan menutupi pengurangan pendapatan akibat penyebaran penyakit tersebut.
Pada tahun yang sama, lebih dari 200 juta unggas juga dimusnahkan untuk mengendalikan penularan virus Avian Influenza (AI) H5N1.
Berkenaan dengan hal itu Regional Advisor for AI WHO, Khanchit Limpakarn Janarat, menjelaskan bahwa perubahan pola penularan penyakit zoonotik tidak bisa diprediksi sehingga penyakit ini bisa terus muncul dan menyebar melintasi batas wilayah bila tidak dikendalikan secara komprehensif.
"Karena itu sangat penting untuk memromosikan kolaborasi sektor kesehatan manusia dan kesehatan hewan serta membuat strategi regional untuk mencegah penyakit zoonotik," katanya.
Dalam hal ini pertemuan regional WHO pada 6-8 November 2007 juga ditujukan untuk menyusun strategi internasional dan regional yang komprehensif untuk memberantas penyakit-penyakit zoonotik, tambahnya.
Menurut dia, faktor penyebab muncul dan berkembangnya zoonosis sangat kompleks sehingga pembuatan strategi pemberantasannya juga mesti dilakukan dengan pendekatan holistik.
"Strategi harus dibuat dengan pendekatan holistik dengan melibatkan pemangku kepentingan dari lintas sektor termasuk sektor kesehatan masyarakat dan kesehatan hewan," katanya.
Persiapan matang, kolaborasi multisektor dan kerangka strategi regional yang kuat merupakan faktor kunci dalam upaya pengendalian penyakit zoonotik, imbuhnya.
"Dan pendanaan tentunya merupakan faktor yang harus diperhatikan, karena itu pada kesempatan ini kami juga akan melakukan pertemuan dengan mitra kerja," jelasnya. (*)
Dr. G.N. Gongal, pakar Kesehatan Masyarakat dan Veteriner Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO), mengungkapkan fakta tersebut dalam "WHO Regional Meeting on Zoonotic Diseases" di Jakarta, Selasa.
Ia menjelaskan penyakit zoonotik seperti rabies, leptospirosis, pes, flu burung dan anthrax tidak hanya mengakibatkan kematian manusia tapi juga berdampak besar terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat.
Gongal mencontohkan, rabies, yang merupakan penyebab utama kematian akibat zoonosis, menyebabkan 40 ribu hingga 60 ribu kematian di dunia setiap tahun dan 60 persennya berasal dari kawasan Asia Tenggara.
"Ini membuat kita kehilangan produktifitas dan harus mengeluarkan banyak dana untuk mengatasi dampak paparan penyakit," katanya, pada pertemuan yang juga dihadiri perwakilan Badan Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) dan Badan Kesehatan Hewan Dunia (OIE) itu.
Selain itu, dicontohkan pula bahwa kejadian luar biasa SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome-red) tahun 2003 membuat China dan Kanada harus mengeluarkan dana 50 miliar dolar AS untuk membiayai terapi medis, pengendalian penyakit dan menutupi pengurangan pendapatan akibat penyebaran penyakit tersebut.
Pada tahun yang sama, lebih dari 200 juta unggas juga dimusnahkan untuk mengendalikan penularan virus Avian Influenza (AI) H5N1.
Berkenaan dengan hal itu Regional Advisor for AI WHO, Khanchit Limpakarn Janarat, menjelaskan bahwa perubahan pola penularan penyakit zoonotik tidak bisa diprediksi sehingga penyakit ini bisa terus muncul dan menyebar melintasi batas wilayah bila tidak dikendalikan secara komprehensif.
"Karena itu sangat penting untuk memromosikan kolaborasi sektor kesehatan manusia dan kesehatan hewan serta membuat strategi regional untuk mencegah penyakit zoonotik," katanya.
Dalam hal ini pertemuan regional WHO pada 6-8 November 2007 juga ditujukan untuk menyusun strategi internasional dan regional yang komprehensif untuk memberantas penyakit-penyakit zoonotik, tambahnya.
Menurut dia, faktor penyebab muncul dan berkembangnya zoonosis sangat kompleks sehingga pembuatan strategi pemberantasannya juga mesti dilakukan dengan pendekatan holistik.
"Strategi harus dibuat dengan pendekatan holistik dengan melibatkan pemangku kepentingan dari lintas sektor termasuk sektor kesehatan masyarakat dan kesehatan hewan," katanya.
Persiapan matang, kolaborasi multisektor dan kerangka strategi regional yang kuat merupakan faktor kunci dalam upaya pengendalian penyakit zoonotik, imbuhnya.
"Dan pendanaan tentunya merupakan faktor yang harus diperhatikan, karena itu pada kesempatan ini kami juga akan melakukan pertemuan dengan mitra kerja," jelasnya. (*)
COPYRIGHT © 2007
Ikuti berita terkini di handphone anda http://m.antaranews.com